09 September 2009

Waktu Ku Masih Menjadi Penari

http://media.photobucket.com/image/ballerina/gphib03/Ballerina.jpg

Menjadi seorang penari sudah kulakoni sejak usia empat setengah tahun. Berhubung Tanteku punya sekolah ballet yang cukup terkenal di Malang. Awalnya hanya untuk mengisi waktu dengan kegiatan yang positif. Aku tumbuh di lingkungan yang dekat dengan darah seni. Keluargaku ada yang pemain musik, pelukis, penari, bahkan pemain ‘tunil’ (sandiwara Cina). Makanya lagu dan tari bukan hal asing buatku sejak kecil.

Dari TK, aku sudah sering ikut serta dalam pertunjukan ballet. Dari panggung ke panggung, dari pesta satu ke pesta yang lain. Kebanyakan kami diundang perusahaan-perusahaan besar, untuk pesta pernikahan, ulang tahun, mau pun pertunjukan tahunan yang diadakan sekolah balletku sendiri. Kami mempunyai grup inti (istilah kami buat yang sering tampil). Tiap orang dari grup ini bisa membawakan beberapa tarian di tiap pentas.

Tampil di depan orang banyak, memerankan sebuah karakter tertentu dalam tarian sangat menyenangkan buatku. Melihat pandangan kagum orang-orang, dengan mata tak lepas dari kita, diakhiri dengan tepuk tangan meriah di akhir pertunjukan. Kita dapat dengan bebas menuangkan perasaan dan membuat hidup tarian yang kita sajikan. Membuat orang ikut larut dalam kesedihan, cinta, kenakalan, humor melaluinya. Menjadi orang lain, melakukan sesuatu yang belum tentu bisa kita lakukan dalam keseharian kita. Waktu aku sedih, marah, kecewa, aku menari. Waktu aku jatuh cinta, senang, gembira, aku juga menari.

Tarian ballet sudah menjadi kebutuhan dan bagian dari hidupku. Di sana aku mendapat teman-teman yang menyenangkan, belajar untuk menjadi percaya diri, ambisius, selalu memperhatikan detail, berusaha melakukan sesuatu secara sempurna, belajar bagaimana bekerja sama dengan baik. Sebenarnya aku orang yang pemalu. Aku lebih bisa menuangkan perasaan lewat gerakan tari, mimik muka, dan tulisan, daripada bicara di depan orang banyak.

Sekolah balletku mengikuti standar Royal Academmy of Dancing (RAD) London. Setiap tahun, diadakan ujian internasional untuk kenaikan tingkat. Pengujinya diutus khusus dari RAD, untuk menguji dan menilai kelayakan kami untuk naik kelas. Ijazah kami diakui secara internasional. Ballet itu tidak mudah, butuh waktu belajar bertahun-tahun supaya dapat menguasai teknik yang benar. Dengan begitu baru kita bisa mempersembahkan tarian yang indah. Kadang sampai rasanya mau menangis darah kalau menjelang ujian. Kita harus berlatih sedikitnya lima jam sehari, selama berminggu-minggu. Kaki keseleo, pinggang ‘kecetit’, memar sana sini, melepuh, kapalan, sudah bukan hal luar biasa buat kita. Kadang sampai terbawa ke dalam mimpi … ‘pirroute’ (gerakan berputar dengan satu kaki) tiga puluh dua kali ala Odette di Swan Lake hahaha …

Sayang setelah lulus SMU dan pindah kuliah di Jakarta, kegiatan menyenangkan itu terhenti. Begitu masuk kedokteran, waktuku sudah habis dengan kegiatan kuliah, ujian, praktik. Sekarang sudah giliran aku yang harus mengantar anakku menari dan menikmati pertunjukan-pertunjukannya, ‘tombo kangen’. Untungnya anak semata wayangku menyenangi semua jenis kegiatan yang berhubungan dengan seni juga, jadi klop deh. Kita tinggal memfasilitasinya. Yah, siapa tahu dia besok mau menjadi penari profesional, meneruskan cita-cita terpendam Mamanya hahaha … kenapa tidak ?

Batam, 8 Agustus 2009, 14.39

1 komentar:

  1. Sekolah ballet di malang, boleh saya minta informasinya ?
    Kebetulan saya berniat menyekolahkan keponakan saya, agar dia bisa lebih luwes dan ekspresif. Dia masih 3 tahun.
    email saya : s2dinata@gmail.com
    Terima kasih banyak bu Imel.

    BalasHapus