19 September 2009

Malaikat Kecilku



Saat kubangun dari tidur tadi pagi, kulihat orang-orang terkasihku masih terlelap. Entah sejak kapan Nanda menyusup di antara kami. Dia sebenarnya memiliki kamar sendiri di ruang sebelah. Mungkin karena udara dingin, hujan terus di sini.

Kupandangi wajah polosnya itu ... hhmmm malaikat kecilku. Rambutnya yang hitam legam sebahu, anak-anak rambut halus menutupi sebagian keningnya. Matanya yang indah tidak menutup sempurna saat tidur ... persiiiisss seperti kebiasaan Ayahnya. Hidungnya mancung, tidak seperti hidungku. Bibirnya yang merah jambu, sesekali tersenyum dalam tidurnya, entah apa yang sedang diimpikannya. Pipi 'chubby' nya sedikit kemerahan tanpa perlu dipoles 'blush on', membuat orang ingin mencolek. Kubelai kulit yang putih, halus seperti sutera itu. Dia benar-benar makhluk paling indah yang pernah hadir dalam hidupku, 'our masterpiece' ... wajahnya perpaduan sempurna dari kami bedua.

Aku mulai mengandungnya beberapa bulan setelah pernikahan kami. Saat itu aku sedang mengambil ujian akhir profesi kedokteran umum di Universitas Sam Ratulangi, dan harus tinggal di Manado sekitar tiga bulan. Suamiku yang baru menyelesaikan tugas wajib pemerintah dokter di Poso, menyertai. Hari-hari yang menegangkan, tuntutan untuk harus lulus ujian, tiap hari harus begadang, membahas soal-soal dan kasus, membaca 'textbook' yang banyak banget, untung selalu ada yang menemani dan mendukungku. Jadwal haid yang tidak beraturan, awalnya kupikir dipicu karena stres fisik dan emosi, ternyata disebabkan kehadirannya.

Perasaan campur aduk saat mengetahuinya, antara sangat senang (walau sebenarnya kehamilanku belum direncanakan saat itu karena sedang ujian), dag dig dug karena ini pengalaman pertama buatku, sekaligus tegang karena tetap harus menyelesaikan ujian yang tersisa. Makan sih OK, apalagi teman-teman Manadoku hobi makan dan pesta. Tapi setelah itu, aku harus buru-buru permisi ke kamar mandi untuk mengeluarkan seluruh isi perut ... duhhh efek samping hormon kehamilan.

Hari demi hari, perutku bertambah besar. Mulanya hanya terasa kedutan-kedutan kecil di perutku, lama-lama kadang bentuk permukaan perut ini jadi tak beraturan. Tergantung posisi bayiku saat itu. Makin hari makin terasa kehadirannya, makin besar pula rasa sayangku.

Sambil menunggu hari-hari menjelang kelahirannya di Malang, selesai sumpah dokter dan sambil menunggu panggilan tugas wajib pemerintah, aku bekerja di tempat kakak yang punya 'home industry' boneka. Aku sering lupa waktu di sana, kerja dari pagi sampai sore, kadang sampai malam. Memadupadankan boneka, kerancang, bunga, dan pita-pita sampai tercipta parcel-parcel yang cantik. Sesekali aku mendengarkan musik klasik yang banyak terdapat di rumah kakakku yang sekaligus guru ballet itu. Mungkin karena itu kali ya, Nanda menjadi anak yang sangat mencintai seni dan keindahan hehe...

Kalau malam hari tiba, saat istirahat, baru terasa pinggang rasanya mau copot, kaki sakit luar biasa. Untung ada suami tersayang yang selalu mau memijat dan menggosok punggungku. Dia selalu menemani memeriksakan diri ke dokter kandungan.Yang paling berkesan saat USG pertama. Melihat denyut jantung mungil itu, makhluk yang dari tiada menjadi ada karena cinta kami bedua, hidup dan bertumbuh dalam perutku. Perasaan itu tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, takjubnya, keharuannya.

Saat usia kehamilanku 36 minggu, mulai terasa mules yang tidak seperti biasa. Suamiku sedang mengikuti ujian masuk spesialisasi di Universitas Diponegoro Semarang hiks hiks ... aku sedang menginap di tempat kakak. Perutku sudah terasa tegang-tegang sejak semalam. Biasanya akan segera hilang dengan miring ke satu sisi, dan kuelus-elus sedikit. Tapi kali ini tidak, malah semakin sering timbulnya. Aku masih sempat mengontak suamiku dan mengabarkan bahwa mungkin sudah saatnya aku melahirkan. Memang menurut perhitungan empat minggu lagi seharusnya anakku baru lahir.

Aku sarapan dulu. Saat mandi tadi pagi 'blood slym' (tanda awal proses persalinan) memang sudah ada, tapi ketubanku masih utuh. Tenang ... teorinya butuh waktu sekitar empat belas jam untuk persalinan pertama, malah ada yang lebih lama dari itu. Masih ada waktu. Sambil meringis menahan sakit yang datang semakin sering dan berusaha mengatur nafas, mobil dikebut menuju ke rumah bersalin tempat praktek dokter kandunganku. Dalam perjalanan, Tanteku tengok kiri kanan, mencari benda apa yang bisa dipakai saat itu, seandainya aku melahirkan di mobil ... dia baru memberitahuku soal ini kemudian hahaha ...

Rumah bersalinku bentuknya seperti rumah biasa, sangat asri, lengkap dengan hiasan arsitektur Jawanya, cukup lengkap dan bersih. Sesekali terdengar kicau burung yang sengaja dipelihara di halamannya. Ruang rawat inapnya tidak seperti di rumah sakit, bentuknya seperti kamar biasa di rumah, ranjangnya besar, ada lemari ukiran kayu dengan TV di atasnya. Aku suka suasananya, klop dengan seleraku yang menyukai segala sesuatu yang etnik. Mungkin sengaja dibuat seperti itu, untuk mengambil kesan 'homy'nya, agar ibu-ibu yang mau melahirkan dan para bapak yang menunggui berkurang ketegangannya.

Begitu tiba, aku segera masuk ke ruang bersalin. Ruangannya terang, dingin, dan serba putih, kecuali bagian dindingnya yang separuh ke atas ditutupi keramik warna biru muda. Bidan yang memeriksa pembukaanku terkejut karena ternyata pembukaanku sudah lengkap. Sama kagetnya denganku, karena mulesnya baru mulai kurasa sekitar tiga jam sebelumnya. Mungkin ini yang disebut partus presipitatus (persalinan berlangsung sangat cepat, kemajuan cepat dari persalinan, berakhir kurang dari 3 jam dari awitan kelahiran). Kemungkinan ke-2 karena bayiku memang masih belum waktunya lahir, pasti kecil. Ditambah dengan aku yang tidak bisa diam selama hamil hahaha ... dia jadi tak sabar ingin segera melihat dunia luar.

Mulesnya semakin sering datang, nyerinya beberapa kali lipat nyeri saat haid. Aku berusaha tenang, menahan diri untuk tidak berteriak, dari pada tenggorokanku jadi sakit dan tenagaku malah habis saat dibutuhkan untuk mengedan nanti. Untung tak berapa lama, dokter kandunganku datang. Proses persalinan berlangsung cepat, Nanda lahir jam 08.06 pagi. Sesuai dugaanku, beratnya 2450 g dan panjangnya tak sampai 50 cm. Matanya bulat besar, mendominasi hampir seluruh wajahnya. Jari jemarinya kurus dan panjang, lengkap dan normal. Lega dan takjub aku memandangnya dalam pelukanku.

Suamiku baru sampai sore harinya. Meski dia tidak ikut menemaniku saat persalinan, tapi dia mau ikut merawat, memandikan, membuat dan memberi susu, dll. Aku sungguh beruntung mempunyai suami sepertinya. Kami melakukannya bergantian dan sebisa mungkin merawatnya tanpa bantuan 'baby sitter'. Banyak lho suami yang tidak mau ikut serta merawat bayinya, maunya cuma ikut bikin hahaha ...

Waktu begitu cepat berlalu, tak terasa bayi mungil yang kami beri nama Ananda Angelia Ivan itu sudah berusia delapan tahun sekarang. Dia sudah menjadi gadis cilik yang cantik dan pintar. Semoga bukan cuma fisikmu yang cantik, Nak. Semoga hatimu juga, ini selalu doa kami untukmu ...

Batam, 19 September 2009, pukul 18.26

Tidak ada komentar:

Posting Komentar