01 Maret 2010

Andai Dia Tahu



Dua anak manusia itu duduk berdampingan. Memandang kejauhan tak saling bicara. Suara debur ombak yang memecah pantai, tidak lagi terdengar indah di telinga. Angin laut lembut membelai wajah, pasir putih di sela jemari … tak ada yang sanggup menarik perhatian mereka. Senja itu terasa panjang nyaris abadi. Sesekali Bayu menengok Agni. Banyak kata yang ingin terucap tapi hanya tersekat di tenggorokan.

Kata-kata Agni masih terngiang di telinganya,”Aku harus pergi jauh dari sini. Mungkin kita takkan bertemu lagi.” Kata itu singkat, tapi bermakna sangat dalam. Bukan itu yang ingin didengar dari mulut makhluk indah yang disayanginya itu.

Mereka sudah bersahabat sejak kecil. Agni adalah nafas dalam hidup Bayu. Dia sudah sangat terbiasa dengan kehadirannya. Apa saja bisa menjadi bahan pembicaraan buat mereka. Bayu selalu ada untuknya, juga sebaliknya. Di saat salah satu jatuh cinta, di saat hati hancur karena kecewa. Di saat semua tampak indah, di saat dunia meninggalkannya. Kedekatan hati mereka tak terlihat, tapi sangat kental terasa.

Saat kata-kata tersebut keluar dari mulut cantik itu, serasa ada sesuatu yang hilang. Bagai petir menyambar di siang bolong. Sebongkah besar hatinya terenggut. Tak pernah terpikir ada hari di mana tak kan ada Agni. Tak pernah ada kata cinta di antara mereka. Mungkin tak ada yang berani menyebut kata itu terlebih dulu. Tak ada yang ingin merusak persahabatan indah yang tlah lama terjalin.

Apakah sekarang semua sudah terlambat …

Tampak begitu indah
Sekaligus menyakitkan
Tak mungkin dikatakan cukup rasakan

Sama-sama tahu
Sekaligus tak mau tahu
Tak dapat kuingkari ntah dengannya

Hujan merah basahi hati
Sebagian sukma lenyap terseka
Luka itu menganga berdarah


Mata Agni basah sudah. Pedih sekali hatinya. Tak mungkin untuk mengatakan alasan sebenarnya mengapa ia harus pergi. Waktunya tinggal beberapa bulan lagi. Tumor otak yang divoniskan dokter kepadanya kemarin, sudah terlampau besar untuk dioperasi, anak sebarnya sudah mulai didapat di tempat lain. Sakit kepala yang selama ini sering terjadi padanya, ternyata ada yang mendasari. Ada yang mendalangi.

“Aku ingin kau tetap mengingatku seperti saat ini, Yu. Begitu juga aku ingin mengingatmu sebagai dirimu sekarang. Di saat aku masih terlihat cantik dan sehat. Di saat ingatanku masih utuh,” teriaknya dalam hati. “Aku tidak ingin kau melihat penderitaanku nanti. Biar kulewatkan saat itu sendiri. Aku tidak mau melihatmu sedih.”

Kurasa takkan bertemu lagi
Seabad rindu kan tak terjawab
Gaung sedih tak mungkin terucap

Walau mata terpejam kutindih gunung
Rasa itu tak mau pergi
Bara api di pelupuknya


Senja itu akhirnya berakhir juga, hati Bayu mencair tak bersisa. Ia hanya dapat memandang bahu perempuan terkasihnya, saat sahabat belahan jiwanya beranjak menjauh. Ingin menahannya selama mungkin di sini, paling tidak selama sisa malam ini. Tapi tidak ada yang keluar dari mulutnya … senyap tanpa suara … “Akankah suatu saat kita bisa bertemu kembali, akankah saat itu kan datang lagi? Doaku selalu untukmu, di mana pun engkau berada, Agniku sayang …”

Biar tersimpan saja dalam satu ruang hati
Rasa yang tak dapat kucegah hadirnya
Yang takkan pernah tersampaikan padanya


Cinta itu memang rumit. Datang dan pergi sesuka dia. Mengalir begitu saja, sering tanpa sempat disadari. Mengobrak-abrik hati anak manusia. Seperti batu yang terlempar di batas air yang tenang, riaknya segera hilang kembali seperti tak pernah terjadi apa pun.

Cinta yang tulus dan dalam muncul melalui suatu proses yang panjang. Takkan ada begitu saja dengan mudah tanpa alasan. Benang merahnya sulit terlihat. Masih perlukah dibahas dan dipertanyakan? Dia kan abadi di dalam hati. Memberi warna di kehidupan pemiliknya …

Batam, 24 Februari 2010, 23.21

Sumber gambar : http://i523.photobucket.com/albums/w354/BabyUgs/Hearts/HeartBroken.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar