Hari Pertama :
Berangkat pukul 23.00 dari Pasuruan, kami mulai bergerak ke Bali dengan mengendarai mobil. Berlima dalam mobil tersebut, Mister, Elia, Robby, Menik, dan aku. Adik temanku, Menik setelah menelan dua tablet Antimo, tak beranjak dari bangku belakang, tidur sepanjang malam.
Berangkat pukul 23.00 dari Pasuruan, kami mulai bergerak ke Bali dengan mengendarai mobil. Berlima dalam mobil tersebut, Mister, Elia, Robby, Menik, dan aku. Adik temanku, Menik setelah menelan dua tablet Antimo, tak beranjak dari bangku belakang, tidur sepanjang malam.
Ada POM bensin cukup besar dan bersih di Paiton. Kami berhenti sebentar di sana untuk beristirahat, meluruskan punggung, sambil memenuhi panggilan alam ... pipis hihihi … Sekitar pukul 02.00 kami tiba di pelabuhan Gilimanuk. Menyeberang pakai feri dengan lancar sampai ke Pulau Bali.
Sebuah puisi indah tercipta dalam perjalanan di atas feri …
SAAT ITU
Rindu mencengkeram
Rasa yang tak terucap
Memandang dari jauh dalam diam
Tanpa suara tanpa kata
Mendengar suara nafas
Terhembus halus lirih
Bayangnya tak teraih
Tawanya tak terpegang
Lirik waktu bergerak cepat
Kutahan tapi tak bisa
Ikuti hati kemana mau
Sadari detik yang trus berlalu
Nikmati saat ini waktu ini
Lalu dan nanti tak terpikir
… 18 Februari 2010, 03.15 di antara Jawa dan Bali …
Kami sampai ke Bali di saat matahari belum benar-benar muncul. Beda waktu satu jam lebih cepat dari Jawa Timur. Macet menyambut di mana-mana.
Kegiatan pertama adalah cuci mobil dengan busa. Kita nggak perlu turun dari mobil, tinggal mengikuti prosesnya dari dalam mobil. Kalau mau mandi sekalian juga bisa, tinggal buka jendela mobil kali ya hahaha …. Lanjut sarapan di Resto Krishna. Nasi urap Bali yang isinya campur-campur. Ada ayam suwir, urap yang ada parenya. Ngolahnya oke banget lho, jadi nggak terasa pahit, maknyus. Ada keripik siput buat melengkapi hidangan. Ditutup dengan segelas besar es jeruk. Hmmm … kenyang banget.
Kami menginap di Bali Kuta Resort & Convention Centre di Kuta, milik Aston. Tempatnya lumayan. Kamarnya terdiri atas sebuah kamar utama, dengan ranjang besar yang empuk, dilengkapi kamar mandi di dalam, sebuah ruang tamu, dan dapur kecil. Nyaman dan dingin. Bawaannya ngantuk aja, apalagi aku nggak menyentuh kopi seharian dari pagi. Di sana bertemu dengan Lusi dan keluarganya yang sudah terbang ke Bali sehari sebelumnya dan menginap di apartemen tersebut.
Selesai menaruh barang, kami langsung keluar menuju sebuah tempat spa di Seminyak. Ramai-ramai mencoba Hot Stone Body Massage selama kira-kira 1,5 jam. Aku sempat tertidur selama sesi. Terapisnya cantik-cantik, sopan, dan ramah. Lumayan juga sih. Bisa dicoba lagi suatu saat.
Setelah makan kami menuju Tanah Lot. Matahari bersinar terik, herannya rintik hujan juga menemani saat di sana. Kita turun sampai ke gua yang ada mata air sucinya (menurut penduduk setempat), cuci muka di sana, diperciki air suci, kening kami diolesi beberapa butir beras, dan dipasang bunga kamboja di telinga. Banyak turis berselancar di atas ombak, seru melihatnya. Dilanjutkan dengan belanja oleh-oleh di toko sepanjang jalan keluar masuk ke Tanah Lot. Banyak turis Jepang, Taiwan, dan Cina berlalu lalang. Memang sedang musim liburan di negaranya saat ini.
Sebenarnya perjalanan hari itu, akan diakhiri dengan menikmati suasana sore di Pantai Kuta. Tapi karena semua sudah kelelahan, akhirnya kami memutuskan untuk pulang ke apartemen tempat menginap saja. Sambil menunggu makan macam-macam bubur di Laota malam harinya bersama Edi dan Astred, teman kami yang tinggal di Bali. Ngobrol ngalor ngidul, tak terasa waktu telah malam sekali saat pulang. Kehebohan berlanjut dengan minum Bailey rame-rame. Aku yang nggak biasa minum, tentu saja jadi “terbang ke awang-awang”. Wuih nggak enak banget rasanya, deg-degan terus. Udah deh mendingan bobok manis aja.
Hari Kedua :
Pagi ini aku terbangun di saat yang lain masih di alam mimpi. Masih gelap di luar. Udah deh mandi sekalian, nonton TV sambil terkantuk-kantuk sesudahnya. Hari diawali dengan mengantar Mister ke Bandara Ngurah Rai untuk membeli tiket pesawat pulang duluan. Dia harus kembali untuk show time besok sore. Sayang sih, alangkah senangnya kalau bisa pulang sama-sama. Tapi di lain pihak aku salut padanya yang tetap profesional dengan pekerjaan, I’m really proud of him.
Setelah tiket di tangan, kami menjemput Nana, adik salah satu teman, yang menjadi penunjuk arah menuju ke Ubud. Mampir ke tempat menjual wine. Serasa kembali ke masa lampau, ruangannya dirancang berbentuk seperti gudang wine kuno. Ada alat penggiling anggur untuk dibuat wine di sudut ruangan, galon-galon tempat penyimpanannya dari bahan kaca. Temanku memborong beberapa botol.
Sepanjang jalan di Ubud banyak yang toko-toko penjual cindera mata khas Bali. Tapi ya ampuuunnn harganya selangit semua. Jadinya nggak belanja deh ... hiksss.
Makan pagi menjelang siang di Resto Bebek Tepi Sawah sangat berkesan. Kita makan di salah satu saung di tepi sawah, dengan angin semilir-semilir. Sayang yang kurang suara sayup-sayup gamelan Bali. Makanannya lumayan, pemandangan bagus, bersama teman-teman tersayang, sangat menyenangkan. Yang paling aku suka, dalam kompleks resto tersebut juga terdapat galeri lukisan, ukiran kayu, dan patung dari logam yang unik. Di sana juga terdapat beberapa cottage mungil yang asri. Pulang dari sana, kami mampir ke Pasar Saraswati yang menjual berbagai cindera mata dengan harga grosir. Kali ini kami berhasil mendapatkan oleh-oleh untuk dibawa pulang.
Malam harinya kami makan di Pantai 66. Di tepi pantai, di sisi kanan kiri tempat makan kami penuh dengan pub dan hotel. Turis Eropa lalu lalang sepanjang jalan. Hari ditutup dengan ngobrol dan minum-minum di apartemen kami. Aku sudah sangat mengantuk, mata sudah tidak bisa dibuka. Biar deh mereka melanjutkan acaranya, bobok dulu ahhh …
Hari ketiga :
Pagi-pagi sudah bangun. Setelah sarapan di resto kami mengantar Mister ke bandara. Bye my dear friend, see you in Pasuruan, hope your show will be success. Kembali ke tempat menginap, sambil menunggu sebagian teman sarapan, aku menghabiskan waktu dengan menyambung mimpi hehe … Masih ngantuk bo!
Tempat pertama yang akan dituju Bedugul. Mau ngadem dulu. Dengan menggunakan GPS, kami mencari jalur tercepat untuk sampai ke sana. Busyet deh, cepet sih cepet, tapi jalannya jelek sekali, berkelok-kelok dan sempit, berbatu-batu. Untung mobil kami bukan sedan, itu pun sudah cukup mengkhawatirkan. Kalau jalan terlalu cepat, bisa copot bempernya terantuk batu. Kanan kiri sebagian persawahan. Ada sungai kecil yang mengalir di tepi jalan. Di beberapa tempat ada penduduk setempat yang mandi. Mungkin karena memang jarang dilewati kendaraan, mereka nyaman-nyaman aja mandi di sana tanpa busana. Sayang yang mandi sudah pada berumur, nggak berani dokumentasi, takut dikejar hahaha ...
Sesampai di Bedugul, suasana danau yang tenang menyambut. Udaranya sejuk. Orang bisa menyewa perahu di sana untuk keliling danau. Kami duduk-duduk sebentar sambil menikmati pemandangan dan minuman hangat. Perjalanan dilanjutkan ke Pura sucinya. Wah kebetulan sekali saat itu ada upacara. Beberapa wanita menggotong sesajen tinggi di kepala, ada yang main alat musik, mereka berbaris berjalan keluar Pura. Ternyata upacaranya baru selesai. Yah lumayan meski cuma dapat buntutnya.
Lanjut ke Ulu Watu. Sebelumnya menjemput Edi. Hari ini tugasnya menjadi penunjuk jalan. Perjalanan lumayan panjang, tapi menyenangkan. Kanan kiri banyak sawah, pemandangan yang tidak pernah kutemui di Batam pastinya. Puas-puaskan mata memandang permadani hijau itu.
Tujuan pertama Pantai Padang-Padang. Tempat syuting salah satu film Julia Robert. Sampai ditutup beberapa minggu lho, saat syutingnya. Wuah untuk turun ke pantai, kami harus menuruni beberapa puluh anak tangga. Melewati celah di antara dua dinding batu, dengan gaya seperti cewek di salah satu iklan produk pelangsing itu lho. Tangan ke atas, badan miring, sambil kempisin perutnya wkwkwk … lebay! Berhubung perutnya ndut semua, kebanyakan makan besar selama di Bali. Begitu sampai di pantai, capai langsung terobati. Pasir pantainya putih bersih, lautnya keren, banyak turis mancanegara di sana. Berjemur di pantai, berenang, sampai selancar. Ada yang narsis foto-foto, termasuk yang ngetik laporan hahaha … Setelah puas menikmati suasana, kami harus kembali ke tempat parkir mobil. Siapkan hati dan tenaga, membayangkan harus naik sekian puluh anak tangga yang tadi … fiuhhh … semangat !!! Sambil ngos-ngosan pastinya.
Pemberhentian berikut Garuda Wisnu Kencana. Katanya nih proyek Bu Megawati. Sayang jadi nggak selesai karena ganti Presiden. Padahal tempatnya bagus lho. Bukit padasnya sudah dipotong sebagian, ada patung besar-besar di sana. Luas sekali areanya. Sayang sebenarnya proyek tidak dituntaskan. Pasti jadi salah satu penarik wisatawan. Setelah berfoto-foto dengan latar belakang unik tersebut, kami menuju ke tempat nonton tari-tarian. Aku menikmati tarian seorang jegeg Bali. Wahhh pengen suatu hari nanti kalau ada kesempatan belajar menari Bali. Disusul sendratari Rama Sinta yang digabung dengan tarian api. Sayang batere kameraku sudah sekarat, jadinya terpaksa foto-foto dilanjutkan dengan kamera ponsel. Hasilnya nggak bagus, kabur hikkss … Di pintu keluar dari kompleks kita dilewatkan toko cindera matanya, mulai dari kaos, topi, sampai produk perawatan kulit bisa ditemukan di sana. Dasar kemayu, aku akhirnya tertarik juga untuk membeli foot massage cream -nya. Baunya enak banget, gabungan pepermin dan jeruk, pasti nyaman sekali buat memijat kaki yang letih.
Di dekat sana ada Resto Jendela Bali yang bagus banget. Kita bisa duduk sambil menikmati lampu-lampu di kejauhan, kalau pagi pasti keren juga pemandangannya. Ada yang memainkan musik Bali modern, suasananya asyik banget, apalagi kalau beduaan sama kekasih hati. Wah bisa nggak pulang-pulang tuh.
Hari keempat :
Hari terakhir di Bali. Setelah sarapan di resto seperti hari-hari sebelumnya, kami langsung bergerak menuju Pantai Kuta. Pantai tidak begitu ramai saat itu, yang banyak turis dari Belanda. Penjaja jasa membuat tattoo, menikur pedikur, mengepang rambut bisa ditemui sepanjang pantai. Tujuan utama kita sih membuat tattoo … akhirnya aku kesampain juga bikin tattoo, meski nggak permanen. Sudah pengen banget dari dulu. Lanjut menikur pedikur. Kuku kaki dan tanganku jadi cantik, bergambar bunga. Senangnyaaa …
Kegiatan pertama adalah cuci mobil dengan busa. Kita nggak perlu turun dari mobil, tinggal mengikuti prosesnya dari dalam mobil. Kalau mau mandi sekalian juga bisa, tinggal buka jendela mobil kali ya hahaha …. Lanjut sarapan di Resto Krishna. Nasi urap Bali yang isinya campur-campur. Ada ayam suwir, urap yang ada parenya. Ngolahnya oke banget lho, jadi nggak terasa pahit, maknyus. Ada keripik siput buat melengkapi hidangan. Ditutup dengan segelas besar es jeruk. Hmmm … kenyang banget.
Kami menginap di Bali Kuta Resort & Convention Centre di Kuta, milik Aston. Tempatnya lumayan. Kamarnya terdiri atas sebuah kamar utama, dengan ranjang besar yang empuk, dilengkapi kamar mandi di dalam, sebuah ruang tamu, dan dapur kecil. Nyaman dan dingin. Bawaannya ngantuk aja, apalagi aku nggak menyentuh kopi seharian dari pagi. Di sana bertemu dengan Lusi dan keluarganya yang sudah terbang ke Bali sehari sebelumnya dan menginap di apartemen tersebut.
Selesai menaruh barang, kami langsung keluar menuju sebuah tempat spa di Seminyak. Ramai-ramai mencoba Hot Stone Body Massage selama kira-kira 1,5 jam. Aku sempat tertidur selama sesi. Terapisnya cantik-cantik, sopan, dan ramah. Lumayan juga sih. Bisa dicoba lagi suatu saat.
Setelah makan kami menuju Tanah Lot. Matahari bersinar terik, herannya rintik hujan juga menemani saat di sana. Kita turun sampai ke gua yang ada mata air sucinya (menurut penduduk setempat), cuci muka di sana, diperciki air suci, kening kami diolesi beberapa butir beras, dan dipasang bunga kamboja di telinga. Banyak turis berselancar di atas ombak, seru melihatnya. Dilanjutkan dengan belanja oleh-oleh di toko sepanjang jalan keluar masuk ke Tanah Lot. Banyak turis Jepang, Taiwan, dan Cina berlalu lalang. Memang sedang musim liburan di negaranya saat ini.
Sebenarnya perjalanan hari itu, akan diakhiri dengan menikmati suasana sore di Pantai Kuta. Tapi karena semua sudah kelelahan, akhirnya kami memutuskan untuk pulang ke apartemen tempat menginap saja. Sambil menunggu makan macam-macam bubur di Laota malam harinya bersama Edi dan Astred, teman kami yang tinggal di Bali. Ngobrol ngalor ngidul, tak terasa waktu telah malam sekali saat pulang. Kehebohan berlanjut dengan minum Bailey rame-rame. Aku yang nggak biasa minum, tentu saja jadi “terbang ke awang-awang”. Wuih nggak enak banget rasanya, deg-degan terus. Udah deh mendingan bobok manis aja.
Hari Kedua :
Pagi ini aku terbangun di saat yang lain masih di alam mimpi. Masih gelap di luar. Udah deh mandi sekalian, nonton TV sambil terkantuk-kantuk sesudahnya. Hari diawali dengan mengantar Mister ke Bandara Ngurah Rai untuk membeli tiket pesawat pulang duluan. Dia harus kembali untuk show time besok sore. Sayang sih, alangkah senangnya kalau bisa pulang sama-sama. Tapi di lain pihak aku salut padanya yang tetap profesional dengan pekerjaan, I’m really proud of him.
Setelah tiket di tangan, kami menjemput Nana, adik salah satu teman, yang menjadi penunjuk arah menuju ke Ubud. Mampir ke tempat menjual wine. Serasa kembali ke masa lampau, ruangannya dirancang berbentuk seperti gudang wine kuno. Ada alat penggiling anggur untuk dibuat wine di sudut ruangan, galon-galon tempat penyimpanannya dari bahan kaca. Temanku memborong beberapa botol.
Sepanjang jalan di Ubud banyak yang toko-toko penjual cindera mata khas Bali. Tapi ya ampuuunnn harganya selangit semua. Jadinya nggak belanja deh ... hiksss.
Makan pagi menjelang siang di Resto Bebek Tepi Sawah sangat berkesan. Kita makan di salah satu saung di tepi sawah, dengan angin semilir-semilir. Sayang yang kurang suara sayup-sayup gamelan Bali. Makanannya lumayan, pemandangan bagus, bersama teman-teman tersayang, sangat menyenangkan. Yang paling aku suka, dalam kompleks resto tersebut juga terdapat galeri lukisan, ukiran kayu, dan patung dari logam yang unik. Di sana juga terdapat beberapa cottage mungil yang asri. Pulang dari sana, kami mampir ke Pasar Saraswati yang menjual berbagai cindera mata dengan harga grosir. Kali ini kami berhasil mendapatkan oleh-oleh untuk dibawa pulang.
Malam harinya kami makan di Pantai 66. Di tepi pantai, di sisi kanan kiri tempat makan kami penuh dengan pub dan hotel. Turis Eropa lalu lalang sepanjang jalan. Hari ditutup dengan ngobrol dan minum-minum di apartemen kami. Aku sudah sangat mengantuk, mata sudah tidak bisa dibuka. Biar deh mereka melanjutkan acaranya, bobok dulu ahhh …
Hari ketiga :
Pagi-pagi sudah bangun. Setelah sarapan di resto kami mengantar Mister ke bandara. Bye my dear friend, see you in Pasuruan, hope your show will be success. Kembali ke tempat menginap, sambil menunggu sebagian teman sarapan, aku menghabiskan waktu dengan menyambung mimpi hehe … Masih ngantuk bo!
Tempat pertama yang akan dituju Bedugul. Mau ngadem dulu. Dengan menggunakan GPS, kami mencari jalur tercepat untuk sampai ke sana. Busyet deh, cepet sih cepet, tapi jalannya jelek sekali, berkelok-kelok dan sempit, berbatu-batu. Untung mobil kami bukan sedan, itu pun sudah cukup mengkhawatirkan. Kalau jalan terlalu cepat, bisa copot bempernya terantuk batu. Kanan kiri sebagian persawahan. Ada sungai kecil yang mengalir di tepi jalan. Di beberapa tempat ada penduduk setempat yang mandi. Mungkin karena memang jarang dilewati kendaraan, mereka nyaman-nyaman aja mandi di sana tanpa busana. Sayang yang mandi sudah pada berumur, nggak berani dokumentasi, takut dikejar hahaha ...
Sesampai di Bedugul, suasana danau yang tenang menyambut. Udaranya sejuk. Orang bisa menyewa perahu di sana untuk keliling danau. Kami duduk-duduk sebentar sambil menikmati pemandangan dan minuman hangat. Perjalanan dilanjutkan ke Pura sucinya. Wah kebetulan sekali saat itu ada upacara. Beberapa wanita menggotong sesajen tinggi di kepala, ada yang main alat musik, mereka berbaris berjalan keluar Pura. Ternyata upacaranya baru selesai. Yah lumayan meski cuma dapat buntutnya.
Lanjut ke Ulu Watu. Sebelumnya menjemput Edi. Hari ini tugasnya menjadi penunjuk jalan. Perjalanan lumayan panjang, tapi menyenangkan. Kanan kiri banyak sawah, pemandangan yang tidak pernah kutemui di Batam pastinya. Puas-puaskan mata memandang permadani hijau itu.
Tujuan pertama Pantai Padang-Padang. Tempat syuting salah satu film Julia Robert. Sampai ditutup beberapa minggu lho, saat syutingnya. Wuah untuk turun ke pantai, kami harus menuruni beberapa puluh anak tangga. Melewati celah di antara dua dinding batu, dengan gaya seperti cewek di salah satu iklan produk pelangsing itu lho. Tangan ke atas, badan miring, sambil kempisin perutnya wkwkwk … lebay! Berhubung perutnya ndut semua, kebanyakan makan besar selama di Bali. Begitu sampai di pantai, capai langsung terobati. Pasir pantainya putih bersih, lautnya keren, banyak turis mancanegara di sana. Berjemur di pantai, berenang, sampai selancar. Ada yang narsis foto-foto, termasuk yang ngetik laporan hahaha … Setelah puas menikmati suasana, kami harus kembali ke tempat parkir mobil. Siapkan hati dan tenaga, membayangkan harus naik sekian puluh anak tangga yang tadi … fiuhhh … semangat !!! Sambil ngos-ngosan pastinya.
Pemberhentian berikut Garuda Wisnu Kencana. Katanya nih proyek Bu Megawati. Sayang jadi nggak selesai karena ganti Presiden. Padahal tempatnya bagus lho. Bukit padasnya sudah dipotong sebagian, ada patung besar-besar di sana. Luas sekali areanya. Sayang sebenarnya proyek tidak dituntaskan. Pasti jadi salah satu penarik wisatawan. Setelah berfoto-foto dengan latar belakang unik tersebut, kami menuju ke tempat nonton tari-tarian. Aku menikmati tarian seorang jegeg Bali. Wahhh pengen suatu hari nanti kalau ada kesempatan belajar menari Bali. Disusul sendratari Rama Sinta yang digabung dengan tarian api. Sayang batere kameraku sudah sekarat, jadinya terpaksa foto-foto dilanjutkan dengan kamera ponsel. Hasilnya nggak bagus, kabur hikkss … Di pintu keluar dari kompleks kita dilewatkan toko cindera matanya, mulai dari kaos, topi, sampai produk perawatan kulit bisa ditemukan di sana. Dasar kemayu, aku akhirnya tertarik juga untuk membeli foot massage cream -nya. Baunya enak banget, gabungan pepermin dan jeruk, pasti nyaman sekali buat memijat kaki yang letih.
Di dekat sana ada Resto Jendela Bali yang bagus banget. Kita bisa duduk sambil menikmati lampu-lampu di kejauhan, kalau pagi pasti keren juga pemandangannya. Ada yang memainkan musik Bali modern, suasananya asyik banget, apalagi kalau beduaan sama kekasih hati. Wah bisa nggak pulang-pulang tuh.
Hari keempat :
Hari terakhir di Bali. Setelah sarapan di resto seperti hari-hari sebelumnya, kami langsung bergerak menuju Pantai Kuta. Pantai tidak begitu ramai saat itu, yang banyak turis dari Belanda. Penjaja jasa membuat tattoo, menikur pedikur, mengepang rambut bisa ditemui sepanjang pantai. Tujuan utama kita sih membuat tattoo … akhirnya aku kesampain juga bikin tattoo, meski nggak permanen. Sudah pengen banget dari dulu. Lanjut menikur pedikur. Kuku kaki dan tanganku jadi cantik, bergambar bunga. Senangnyaaa …
INDAHNYA BALI PULAU PARA DEWATA
Sejauh mata memandang
Permadani padi hijau tebal terbentang
Berujung pantai beriak ombak
Berpengawal pohon kelapa
Banyak turis yang datang
Berselancar di atas ombak
Sebagian memilih berjemur telanjang dada
Berharap Sang Kala membakar kulit pucatnya
Rumahnya sungguh artistik
Tembok dan pagar terukir indah
Berhias patung para dewa
Tak lupa tempat puja di tiap sudut
Bagus dan Jegeg panggilan orang mudanya
Kebanyakan pandai menari dan memainkan gamelan
Selalu bersyukur dan memuja Sanghyang Agung
Pencipta segenap alam semesta
Baliku yang penuh kenangan
Di hari lain ku kan datang kembali
Menikmati pemandangan indahmu
Bersama orang-orang tersayang
Negara, 21 Februari 2010, 15.30
… on the way back to Java …
Kami sampai di Pasuruan hampir jam 23.00. Benar-benar liburan yang berkesan bersama teman-teman tersayang. Semoga suatu hari nanti, kita bisa bersama kembali.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar