menulis adalah sebuah terapi jiwa untuk mempertahankan kewarasan di tengah kemunafikan dunia
27 Februari 2010
Lapeeerrrr hikss
Gelisah menanti fajar
Berulang menatap jam di dinding
Kenapa jarumnya lambat sekali bergeser
Sesuatu terasa menggeliat di perutku
Tendang sana tendang sini
Membuat bara di ulu hati
Naga peliharaanku protes berat
Mbokke, kapan jatah sarapanku datang?
Sudah kautunda dari semalam
Sabar ya ... Sebentar lagi matahari kan terbit
Kalau protes melulu, ntar kutunda sampai siang sekalian
Baru tahu rasa, Kau !
Batam, 28 Februari 2010
... pagi buta ...
Sumber gambar : http://i166.photobucket.com/albums/u113/o0oyurio0o/HTscrolling.jpg
24 Februari 2010
Caper Liburan Baliku 17-21 Februari 2010
Hari Pertama :
Berangkat pukul 23.00 dari Pasuruan, kami mulai bergerak ke Bali dengan mengendarai mobil. Berlima dalam mobil tersebut, Mister, Elia, Robby, Menik, dan aku. Adik temanku, Menik setelah menelan dua tablet Antimo, tak beranjak dari bangku belakang, tidur sepanjang malam.
Berangkat pukul 23.00 dari Pasuruan, kami mulai bergerak ke Bali dengan mengendarai mobil. Berlima dalam mobil tersebut, Mister, Elia, Robby, Menik, dan aku. Adik temanku, Menik setelah menelan dua tablet Antimo, tak beranjak dari bangku belakang, tidur sepanjang malam.
Ada POM bensin cukup besar dan bersih di Paiton. Kami berhenti sebentar di sana untuk beristirahat, meluruskan punggung, sambil memenuhi panggilan alam ... pipis hihihi … Sekitar pukul 02.00 kami tiba di pelabuhan Gilimanuk. Menyeberang pakai feri dengan lancar sampai ke Pulau Bali.
Sebuah puisi indah tercipta dalam perjalanan di atas feri …
SAAT ITU
Rindu mencengkeram
Rasa yang tak terucap
Memandang dari jauh dalam diam
Tanpa suara tanpa kata
Mendengar suara nafas
Terhembus halus lirih
Bayangnya tak teraih
Tawanya tak terpegang
Lirik waktu bergerak cepat
Kutahan tapi tak bisa
Ikuti hati kemana mau
Sadari detik yang trus berlalu
Nikmati saat ini waktu ini
Lalu dan nanti tak terpikir
… 18 Februari 2010, 03.15 di antara Jawa dan Bali …
Kami sampai ke Bali di saat matahari belum benar-benar muncul. Beda waktu satu jam lebih cepat dari Jawa Timur. Macet menyambut di mana-mana.
Kegiatan pertama adalah cuci mobil dengan busa. Kita nggak perlu turun dari mobil, tinggal mengikuti prosesnya dari dalam mobil. Kalau mau mandi sekalian juga bisa, tinggal buka jendela mobil kali ya hahaha …. Lanjut sarapan di Resto Krishna. Nasi urap Bali yang isinya campur-campur. Ada ayam suwir, urap yang ada parenya. Ngolahnya oke banget lho, jadi nggak terasa pahit, maknyus. Ada keripik siput buat melengkapi hidangan. Ditutup dengan segelas besar es jeruk. Hmmm … kenyang banget.
Kami menginap di Bali Kuta Resort & Convention Centre di Kuta, milik Aston. Tempatnya lumayan. Kamarnya terdiri atas sebuah kamar utama, dengan ranjang besar yang empuk, dilengkapi kamar mandi di dalam, sebuah ruang tamu, dan dapur kecil. Nyaman dan dingin. Bawaannya ngantuk aja, apalagi aku nggak menyentuh kopi seharian dari pagi. Di sana bertemu dengan Lusi dan keluarganya yang sudah terbang ke Bali sehari sebelumnya dan menginap di apartemen tersebut.
Selesai menaruh barang, kami langsung keluar menuju sebuah tempat spa di Seminyak. Ramai-ramai mencoba Hot Stone Body Massage selama kira-kira 1,5 jam. Aku sempat tertidur selama sesi. Terapisnya cantik-cantik, sopan, dan ramah. Lumayan juga sih. Bisa dicoba lagi suatu saat.
Setelah makan kami menuju Tanah Lot. Matahari bersinar terik, herannya rintik hujan juga menemani saat di sana. Kita turun sampai ke gua yang ada mata air sucinya (menurut penduduk setempat), cuci muka di sana, diperciki air suci, kening kami diolesi beberapa butir beras, dan dipasang bunga kamboja di telinga. Banyak turis berselancar di atas ombak, seru melihatnya. Dilanjutkan dengan belanja oleh-oleh di toko sepanjang jalan keluar masuk ke Tanah Lot. Banyak turis Jepang, Taiwan, dan Cina berlalu lalang. Memang sedang musim liburan di negaranya saat ini.
Sebenarnya perjalanan hari itu, akan diakhiri dengan menikmati suasana sore di Pantai Kuta. Tapi karena semua sudah kelelahan, akhirnya kami memutuskan untuk pulang ke apartemen tempat menginap saja. Sambil menunggu makan macam-macam bubur di Laota malam harinya bersama Edi dan Astred, teman kami yang tinggal di Bali. Ngobrol ngalor ngidul, tak terasa waktu telah malam sekali saat pulang. Kehebohan berlanjut dengan minum Bailey rame-rame. Aku yang nggak biasa minum, tentu saja jadi “terbang ke awang-awang”. Wuih nggak enak banget rasanya, deg-degan terus. Udah deh mendingan bobok manis aja.
Hari Kedua :
Pagi ini aku terbangun di saat yang lain masih di alam mimpi. Masih gelap di luar. Udah deh mandi sekalian, nonton TV sambil terkantuk-kantuk sesudahnya. Hari diawali dengan mengantar Mister ke Bandara Ngurah Rai untuk membeli tiket pesawat pulang duluan. Dia harus kembali untuk show time besok sore. Sayang sih, alangkah senangnya kalau bisa pulang sama-sama. Tapi di lain pihak aku salut padanya yang tetap profesional dengan pekerjaan, I’m really proud of him.
Setelah tiket di tangan, kami menjemput Nana, adik salah satu teman, yang menjadi penunjuk arah menuju ke Ubud. Mampir ke tempat menjual wine. Serasa kembali ke masa lampau, ruangannya dirancang berbentuk seperti gudang wine kuno. Ada alat penggiling anggur untuk dibuat wine di sudut ruangan, galon-galon tempat penyimpanannya dari bahan kaca. Temanku memborong beberapa botol.
Sepanjang jalan di Ubud banyak yang toko-toko penjual cindera mata khas Bali. Tapi ya ampuuunnn harganya selangit semua. Jadinya nggak belanja deh ... hiksss.
Makan pagi menjelang siang di Resto Bebek Tepi Sawah sangat berkesan. Kita makan di salah satu saung di tepi sawah, dengan angin semilir-semilir. Sayang yang kurang suara sayup-sayup gamelan Bali. Makanannya lumayan, pemandangan bagus, bersama teman-teman tersayang, sangat menyenangkan. Yang paling aku suka, dalam kompleks resto tersebut juga terdapat galeri lukisan, ukiran kayu, dan patung dari logam yang unik. Di sana juga terdapat beberapa cottage mungil yang asri. Pulang dari sana, kami mampir ke Pasar Saraswati yang menjual berbagai cindera mata dengan harga grosir. Kali ini kami berhasil mendapatkan oleh-oleh untuk dibawa pulang.
Malam harinya kami makan di Pantai 66. Di tepi pantai, di sisi kanan kiri tempat makan kami penuh dengan pub dan hotel. Turis Eropa lalu lalang sepanjang jalan. Hari ditutup dengan ngobrol dan minum-minum di apartemen kami. Aku sudah sangat mengantuk, mata sudah tidak bisa dibuka. Biar deh mereka melanjutkan acaranya, bobok dulu ahhh …
Hari ketiga :
Pagi-pagi sudah bangun. Setelah sarapan di resto kami mengantar Mister ke bandara. Bye my dear friend, see you in Pasuruan, hope your show will be success. Kembali ke tempat menginap, sambil menunggu sebagian teman sarapan, aku menghabiskan waktu dengan menyambung mimpi hehe … Masih ngantuk bo!
Tempat pertama yang akan dituju Bedugul. Mau ngadem dulu. Dengan menggunakan GPS, kami mencari jalur tercepat untuk sampai ke sana. Busyet deh, cepet sih cepet, tapi jalannya jelek sekali, berkelok-kelok dan sempit, berbatu-batu. Untung mobil kami bukan sedan, itu pun sudah cukup mengkhawatirkan. Kalau jalan terlalu cepat, bisa copot bempernya terantuk batu. Kanan kiri sebagian persawahan. Ada sungai kecil yang mengalir di tepi jalan. Di beberapa tempat ada penduduk setempat yang mandi. Mungkin karena memang jarang dilewati kendaraan, mereka nyaman-nyaman aja mandi di sana tanpa busana. Sayang yang mandi sudah pada berumur, nggak berani dokumentasi, takut dikejar hahaha ...
Sesampai di Bedugul, suasana danau yang tenang menyambut. Udaranya sejuk. Orang bisa menyewa perahu di sana untuk keliling danau. Kami duduk-duduk sebentar sambil menikmati pemandangan dan minuman hangat. Perjalanan dilanjutkan ke Pura sucinya. Wah kebetulan sekali saat itu ada upacara. Beberapa wanita menggotong sesajen tinggi di kepala, ada yang main alat musik, mereka berbaris berjalan keluar Pura. Ternyata upacaranya baru selesai. Yah lumayan meski cuma dapat buntutnya.
Lanjut ke Ulu Watu. Sebelumnya menjemput Edi. Hari ini tugasnya menjadi penunjuk jalan. Perjalanan lumayan panjang, tapi menyenangkan. Kanan kiri banyak sawah, pemandangan yang tidak pernah kutemui di Batam pastinya. Puas-puaskan mata memandang permadani hijau itu.
Tujuan pertama Pantai Padang-Padang. Tempat syuting salah satu film Julia Robert. Sampai ditutup beberapa minggu lho, saat syutingnya. Wuah untuk turun ke pantai, kami harus menuruni beberapa puluh anak tangga. Melewati celah di antara dua dinding batu, dengan gaya seperti cewek di salah satu iklan produk pelangsing itu lho. Tangan ke atas, badan miring, sambil kempisin perutnya wkwkwk … lebay! Berhubung perutnya ndut semua, kebanyakan makan besar selama di Bali. Begitu sampai di pantai, capai langsung terobati. Pasir pantainya putih bersih, lautnya keren, banyak turis mancanegara di sana. Berjemur di pantai, berenang, sampai selancar. Ada yang narsis foto-foto, termasuk yang ngetik laporan hahaha … Setelah puas menikmati suasana, kami harus kembali ke tempat parkir mobil. Siapkan hati dan tenaga, membayangkan harus naik sekian puluh anak tangga yang tadi … fiuhhh … semangat !!! Sambil ngos-ngosan pastinya.
Pemberhentian berikut Garuda Wisnu Kencana. Katanya nih proyek Bu Megawati. Sayang jadi nggak selesai karena ganti Presiden. Padahal tempatnya bagus lho. Bukit padasnya sudah dipotong sebagian, ada patung besar-besar di sana. Luas sekali areanya. Sayang sebenarnya proyek tidak dituntaskan. Pasti jadi salah satu penarik wisatawan. Setelah berfoto-foto dengan latar belakang unik tersebut, kami menuju ke tempat nonton tari-tarian. Aku menikmati tarian seorang jegeg Bali. Wahhh pengen suatu hari nanti kalau ada kesempatan belajar menari Bali. Disusul sendratari Rama Sinta yang digabung dengan tarian api. Sayang batere kameraku sudah sekarat, jadinya terpaksa foto-foto dilanjutkan dengan kamera ponsel. Hasilnya nggak bagus, kabur hikkss … Di pintu keluar dari kompleks kita dilewatkan toko cindera matanya, mulai dari kaos, topi, sampai produk perawatan kulit bisa ditemukan di sana. Dasar kemayu, aku akhirnya tertarik juga untuk membeli foot massage cream -nya. Baunya enak banget, gabungan pepermin dan jeruk, pasti nyaman sekali buat memijat kaki yang letih.
Di dekat sana ada Resto Jendela Bali yang bagus banget. Kita bisa duduk sambil menikmati lampu-lampu di kejauhan, kalau pagi pasti keren juga pemandangannya. Ada yang memainkan musik Bali modern, suasananya asyik banget, apalagi kalau beduaan sama kekasih hati. Wah bisa nggak pulang-pulang tuh.
Hari keempat :
Hari terakhir di Bali. Setelah sarapan di resto seperti hari-hari sebelumnya, kami langsung bergerak menuju Pantai Kuta. Pantai tidak begitu ramai saat itu, yang banyak turis dari Belanda. Penjaja jasa membuat tattoo, menikur pedikur, mengepang rambut bisa ditemui sepanjang pantai. Tujuan utama kita sih membuat tattoo … akhirnya aku kesampain juga bikin tattoo, meski nggak permanen. Sudah pengen banget dari dulu. Lanjut menikur pedikur. Kuku kaki dan tanganku jadi cantik, bergambar bunga. Senangnyaaa …
Kegiatan pertama adalah cuci mobil dengan busa. Kita nggak perlu turun dari mobil, tinggal mengikuti prosesnya dari dalam mobil. Kalau mau mandi sekalian juga bisa, tinggal buka jendela mobil kali ya hahaha …. Lanjut sarapan di Resto Krishna. Nasi urap Bali yang isinya campur-campur. Ada ayam suwir, urap yang ada parenya. Ngolahnya oke banget lho, jadi nggak terasa pahit, maknyus. Ada keripik siput buat melengkapi hidangan. Ditutup dengan segelas besar es jeruk. Hmmm … kenyang banget.
Kami menginap di Bali Kuta Resort & Convention Centre di Kuta, milik Aston. Tempatnya lumayan. Kamarnya terdiri atas sebuah kamar utama, dengan ranjang besar yang empuk, dilengkapi kamar mandi di dalam, sebuah ruang tamu, dan dapur kecil. Nyaman dan dingin. Bawaannya ngantuk aja, apalagi aku nggak menyentuh kopi seharian dari pagi. Di sana bertemu dengan Lusi dan keluarganya yang sudah terbang ke Bali sehari sebelumnya dan menginap di apartemen tersebut.
Selesai menaruh barang, kami langsung keluar menuju sebuah tempat spa di Seminyak. Ramai-ramai mencoba Hot Stone Body Massage selama kira-kira 1,5 jam. Aku sempat tertidur selama sesi. Terapisnya cantik-cantik, sopan, dan ramah. Lumayan juga sih. Bisa dicoba lagi suatu saat.
Setelah makan kami menuju Tanah Lot. Matahari bersinar terik, herannya rintik hujan juga menemani saat di sana. Kita turun sampai ke gua yang ada mata air sucinya (menurut penduduk setempat), cuci muka di sana, diperciki air suci, kening kami diolesi beberapa butir beras, dan dipasang bunga kamboja di telinga. Banyak turis berselancar di atas ombak, seru melihatnya. Dilanjutkan dengan belanja oleh-oleh di toko sepanjang jalan keluar masuk ke Tanah Lot. Banyak turis Jepang, Taiwan, dan Cina berlalu lalang. Memang sedang musim liburan di negaranya saat ini.
Sebenarnya perjalanan hari itu, akan diakhiri dengan menikmati suasana sore di Pantai Kuta. Tapi karena semua sudah kelelahan, akhirnya kami memutuskan untuk pulang ke apartemen tempat menginap saja. Sambil menunggu makan macam-macam bubur di Laota malam harinya bersama Edi dan Astred, teman kami yang tinggal di Bali. Ngobrol ngalor ngidul, tak terasa waktu telah malam sekali saat pulang. Kehebohan berlanjut dengan minum Bailey rame-rame. Aku yang nggak biasa minum, tentu saja jadi “terbang ke awang-awang”. Wuih nggak enak banget rasanya, deg-degan terus. Udah deh mendingan bobok manis aja.
Hari Kedua :
Pagi ini aku terbangun di saat yang lain masih di alam mimpi. Masih gelap di luar. Udah deh mandi sekalian, nonton TV sambil terkantuk-kantuk sesudahnya. Hari diawali dengan mengantar Mister ke Bandara Ngurah Rai untuk membeli tiket pesawat pulang duluan. Dia harus kembali untuk show time besok sore. Sayang sih, alangkah senangnya kalau bisa pulang sama-sama. Tapi di lain pihak aku salut padanya yang tetap profesional dengan pekerjaan, I’m really proud of him.
Setelah tiket di tangan, kami menjemput Nana, adik salah satu teman, yang menjadi penunjuk arah menuju ke Ubud. Mampir ke tempat menjual wine. Serasa kembali ke masa lampau, ruangannya dirancang berbentuk seperti gudang wine kuno. Ada alat penggiling anggur untuk dibuat wine di sudut ruangan, galon-galon tempat penyimpanannya dari bahan kaca. Temanku memborong beberapa botol.
Sepanjang jalan di Ubud banyak yang toko-toko penjual cindera mata khas Bali. Tapi ya ampuuunnn harganya selangit semua. Jadinya nggak belanja deh ... hiksss.
Makan pagi menjelang siang di Resto Bebek Tepi Sawah sangat berkesan. Kita makan di salah satu saung di tepi sawah, dengan angin semilir-semilir. Sayang yang kurang suara sayup-sayup gamelan Bali. Makanannya lumayan, pemandangan bagus, bersama teman-teman tersayang, sangat menyenangkan. Yang paling aku suka, dalam kompleks resto tersebut juga terdapat galeri lukisan, ukiran kayu, dan patung dari logam yang unik. Di sana juga terdapat beberapa cottage mungil yang asri. Pulang dari sana, kami mampir ke Pasar Saraswati yang menjual berbagai cindera mata dengan harga grosir. Kali ini kami berhasil mendapatkan oleh-oleh untuk dibawa pulang.
Malam harinya kami makan di Pantai 66. Di tepi pantai, di sisi kanan kiri tempat makan kami penuh dengan pub dan hotel. Turis Eropa lalu lalang sepanjang jalan. Hari ditutup dengan ngobrol dan minum-minum di apartemen kami. Aku sudah sangat mengantuk, mata sudah tidak bisa dibuka. Biar deh mereka melanjutkan acaranya, bobok dulu ahhh …
Hari ketiga :
Pagi-pagi sudah bangun. Setelah sarapan di resto kami mengantar Mister ke bandara. Bye my dear friend, see you in Pasuruan, hope your show will be success. Kembali ke tempat menginap, sambil menunggu sebagian teman sarapan, aku menghabiskan waktu dengan menyambung mimpi hehe … Masih ngantuk bo!
Tempat pertama yang akan dituju Bedugul. Mau ngadem dulu. Dengan menggunakan GPS, kami mencari jalur tercepat untuk sampai ke sana. Busyet deh, cepet sih cepet, tapi jalannya jelek sekali, berkelok-kelok dan sempit, berbatu-batu. Untung mobil kami bukan sedan, itu pun sudah cukup mengkhawatirkan. Kalau jalan terlalu cepat, bisa copot bempernya terantuk batu. Kanan kiri sebagian persawahan. Ada sungai kecil yang mengalir di tepi jalan. Di beberapa tempat ada penduduk setempat yang mandi. Mungkin karena memang jarang dilewati kendaraan, mereka nyaman-nyaman aja mandi di sana tanpa busana. Sayang yang mandi sudah pada berumur, nggak berani dokumentasi, takut dikejar hahaha ...
Sesampai di Bedugul, suasana danau yang tenang menyambut. Udaranya sejuk. Orang bisa menyewa perahu di sana untuk keliling danau. Kami duduk-duduk sebentar sambil menikmati pemandangan dan minuman hangat. Perjalanan dilanjutkan ke Pura sucinya. Wah kebetulan sekali saat itu ada upacara. Beberapa wanita menggotong sesajen tinggi di kepala, ada yang main alat musik, mereka berbaris berjalan keluar Pura. Ternyata upacaranya baru selesai. Yah lumayan meski cuma dapat buntutnya.
Lanjut ke Ulu Watu. Sebelumnya menjemput Edi. Hari ini tugasnya menjadi penunjuk jalan. Perjalanan lumayan panjang, tapi menyenangkan. Kanan kiri banyak sawah, pemandangan yang tidak pernah kutemui di Batam pastinya. Puas-puaskan mata memandang permadani hijau itu.
Tujuan pertama Pantai Padang-Padang. Tempat syuting salah satu film Julia Robert. Sampai ditutup beberapa minggu lho, saat syutingnya. Wuah untuk turun ke pantai, kami harus menuruni beberapa puluh anak tangga. Melewati celah di antara dua dinding batu, dengan gaya seperti cewek di salah satu iklan produk pelangsing itu lho. Tangan ke atas, badan miring, sambil kempisin perutnya wkwkwk … lebay! Berhubung perutnya ndut semua, kebanyakan makan besar selama di Bali. Begitu sampai di pantai, capai langsung terobati. Pasir pantainya putih bersih, lautnya keren, banyak turis mancanegara di sana. Berjemur di pantai, berenang, sampai selancar. Ada yang narsis foto-foto, termasuk yang ngetik laporan hahaha … Setelah puas menikmati suasana, kami harus kembali ke tempat parkir mobil. Siapkan hati dan tenaga, membayangkan harus naik sekian puluh anak tangga yang tadi … fiuhhh … semangat !!! Sambil ngos-ngosan pastinya.
Pemberhentian berikut Garuda Wisnu Kencana. Katanya nih proyek Bu Megawati. Sayang jadi nggak selesai karena ganti Presiden. Padahal tempatnya bagus lho. Bukit padasnya sudah dipotong sebagian, ada patung besar-besar di sana. Luas sekali areanya. Sayang sebenarnya proyek tidak dituntaskan. Pasti jadi salah satu penarik wisatawan. Setelah berfoto-foto dengan latar belakang unik tersebut, kami menuju ke tempat nonton tari-tarian. Aku menikmati tarian seorang jegeg Bali. Wahhh pengen suatu hari nanti kalau ada kesempatan belajar menari Bali. Disusul sendratari Rama Sinta yang digabung dengan tarian api. Sayang batere kameraku sudah sekarat, jadinya terpaksa foto-foto dilanjutkan dengan kamera ponsel. Hasilnya nggak bagus, kabur hikkss … Di pintu keluar dari kompleks kita dilewatkan toko cindera matanya, mulai dari kaos, topi, sampai produk perawatan kulit bisa ditemukan di sana. Dasar kemayu, aku akhirnya tertarik juga untuk membeli foot massage cream -nya. Baunya enak banget, gabungan pepermin dan jeruk, pasti nyaman sekali buat memijat kaki yang letih.
Di dekat sana ada Resto Jendela Bali yang bagus banget. Kita bisa duduk sambil menikmati lampu-lampu di kejauhan, kalau pagi pasti keren juga pemandangannya. Ada yang memainkan musik Bali modern, suasananya asyik banget, apalagi kalau beduaan sama kekasih hati. Wah bisa nggak pulang-pulang tuh.
Hari keempat :
Hari terakhir di Bali. Setelah sarapan di resto seperti hari-hari sebelumnya, kami langsung bergerak menuju Pantai Kuta. Pantai tidak begitu ramai saat itu, yang banyak turis dari Belanda. Penjaja jasa membuat tattoo, menikur pedikur, mengepang rambut bisa ditemui sepanjang pantai. Tujuan utama kita sih membuat tattoo … akhirnya aku kesampain juga bikin tattoo, meski nggak permanen. Sudah pengen banget dari dulu. Lanjut menikur pedikur. Kuku kaki dan tanganku jadi cantik, bergambar bunga. Senangnyaaa …
INDAHNYA BALI PULAU PARA DEWATA
Sejauh mata memandang
Permadani padi hijau tebal terbentang
Berujung pantai beriak ombak
Berpengawal pohon kelapa
Banyak turis yang datang
Berselancar di atas ombak
Sebagian memilih berjemur telanjang dada
Berharap Sang Kala membakar kulit pucatnya
Rumahnya sungguh artistik
Tembok dan pagar terukir indah
Berhias patung para dewa
Tak lupa tempat puja di tiap sudut
Bagus dan Jegeg panggilan orang mudanya
Kebanyakan pandai menari dan memainkan gamelan
Selalu bersyukur dan memuja Sanghyang Agung
Pencipta segenap alam semesta
Baliku yang penuh kenangan
Di hari lain ku kan datang kembali
Menikmati pemandangan indahmu
Bersama orang-orang tersayang
Negara, 21 Februari 2010, 15.30
… on the way back to Java …
Kami sampai di Pasuruan hampir jam 23.00. Benar-benar liburan yang berkesan bersama teman-teman tersayang. Semoga suatu hari nanti, kita bisa bersama kembali.
***
18 Februari 2010
Saat Itu
Rindu mencengkeram
Rasa yang tak terucap
Memandang dari jauh dalam diam
Tanpa suara tanpa kata
Mendengar suara nafas
Terhembus halus lirih
Bayangnya tak teraih
Tawanya tak terpegang
Lirik waktu bergerak cepat
Kutahan tapi tak bisa
Ikuti hati kemana mau
Sadari detik yang trus berlalu
Nikmati saat ini waktu ini
Lalu dan nanti tak terpikir
... 18 Feb '10, 03.15...
-antara Jawa dan Bali-
Sumber gambar : http://www.chromasia.com/images/for_this_moment_b.jpg
14 Februari 2010
Uhhh ... Gara-Gara Cupid !
Saat kumelihatmu di sana
Bergetar rasa di hati
Dirimu sungguh mempesona
Rambut ikalmu tergerai indah
Mata cantikmu yang bulat jernih
Wajah rupawanmu aduhai, Dinda
Gemulai tanganmu menari
Mengikuti irama senandung lagu
Berputar mengitari ruangan dansa
Mataku tak dapat lepas darimu
Makhluk indah yang tak kutahu dari mana berasal
Serasa hanya tercipta untukku
Bolehkah aku mengenalmu lebih jauh?
Dapatkah kita bertemu kembali?
Di lain hari, di lain waktu?
Aku terlanjur jatuh hati padamu
Pandangan pertama begitu menggoda
Arghhh ... Panah Cupid terlanjur menusuk jantungku
Batam, 15 Februari 2010, 01.17
- sambil dengerin "She" -
Sumber gambar : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFKZ1w-RwJh-st9hte-lJ8feUPW7JEMIl5ZBHjegpwF_kip6-m37KbLJ7hGyBiMhUDbhWvT-CVRUajHtjq54e0dnd8cwjtrsxq1TH7LYhQA8IcArV3lJkt_DJkxb5JTN_HJL8BHSl_okL4/s400/valentine+angel.jpg
Laguku
Hidup bagai sebuah lagu
Iramanya selalu bergerak
Naik turun cepat lambat
Mengalun syahdu sepanjang waktu
Saat senang hati
Irama kan jadi cepat
Bernada riang terdengar
Buat suasana gegap gempita
Saat sedih hati
Irama kan jadi lambat
Bahkan kadang hanya bernada satu
Mengurai air mata berakhir diam seribu bahasa
Di saat jatuh cinta, iramanya beraneka
Karena cinta tak selalu berakhir bahagia
Hati bisa berbunga sekaligus bersedih
Hmmm ... Itu yang selalu kusuka dari lagu cinta
Berbagai alat musik bisa memainkannya
Dalam kesendirian maupun kebersamaan
Instrumentalia lembut mengalun
Hingga konser heboh berapi-api
Lagu kehidupan adalah kumpulan nada
Yang merupakan penggal peristiwa
Dari sebuah puisi perjalanan panjang
Sejak mata terbuka sampai menutup kembali
Apa pun nada yang dipakai
Tergantung Sang Komposer
Mau dibawa ke mana lagu itu
Jadi pop, jazz, klasik, hip hop, country, bahkan dangdut
Aku ingin laguku beragam irama
Karena hidupku selalu berwarna
Membuat bahagia hati berdendang
Menenangkan yang gundah gulana
Batam, 14 Februari 2010, 05.30
Sumber gambar : http://picatso.deviantart.
10 Februari 2010
Sayangku Padamu
Aku kan slalu menyayangimu
Dengan segenap hati dan jiwa
Dengan takaran yang pas
Agar kau tak sesak nafas
Tiap orang butuh waktu tuk sendiri
Ruang tuk menyendiri
Aku takkan berusaha menguasaimu
Karena kau adalah kau, bukan milik siapa pun
Tiap pertemuan selalu ada akhirnya
Tak kan ada yang untuk selamanya
Ku tak mau terlalu mencinta
Karna kuharus siap bila suatu saat berpisah
Cintaku padamu
Takkan setinggi gunung
Seluas samudera
Sebanyak bintang-bintang di langit
Terlalu muluk terdengar di telinga
Membuat mules perut yang dengar
Bikin kening berkerut
"Dasar lebay !!!" kata orang
Aku takkan merayumu
Dengan jutaan puisi
Dengan berkotak coklat
Dengan karangan bunga nan indah
Aku hanya ingin menyayangimu dalam kesederhanaan
Dengan apa adanya dirimu
Dalam segala kurang dan lebihmu
Dalam senang dan sedihmu
Happy Valentine kekasihku
Walau jauh atau pun dekat
Walau waktu trus berjalan
Kau kan slalu berada dalam hatiku
Batam, 10 Februari 2010
-in the mood of valentine day-
Sumber gambar : http://vinnacaturinata.wordpress.com/2009/08/07/love-cinta/
Dengan segenap hati dan jiwa
Dengan takaran yang pas
Agar kau tak sesak nafas
Tiap orang butuh waktu tuk sendiri
Ruang tuk menyendiri
Aku takkan berusaha menguasaimu
Karena kau adalah kau, bukan milik siapa pun
Tiap pertemuan selalu ada akhirnya
Tak kan ada yang untuk selamanya
Ku tak mau terlalu mencinta
Karna kuharus siap bila suatu saat berpisah
Cintaku padamu
Takkan setinggi gunung
Seluas samudera
Sebanyak bintang-bintang di langit
Terlalu muluk terdengar di telinga
Membuat mules perut yang dengar
Bikin kening berkerut
"Dasar lebay !!!" kata orang
Aku takkan merayumu
Dengan jutaan puisi
Dengan berkotak coklat
Dengan karangan bunga nan indah
Aku hanya ingin menyayangimu dalam kesederhanaan
Dengan apa adanya dirimu
Dalam segala kurang dan lebihmu
Dalam senang dan sedihmu
Happy Valentine kekasihku
Walau jauh atau pun dekat
Walau waktu trus berjalan
Kau kan slalu berada dalam hatiku
Batam, 10 Februari 2010
-in the mood of valentine day-
Sumber gambar : http://vinnacaturinata.wordpress.com/2009/08/07/love-cinta/
07 Februari 2010
Oupssttt
Gelisah tak menentu
Tak tau harus berbuat apa
Tak bisa menolak hadirmu
Kau seperti makhluk idaman lain
Selalu dirindu dan dinanti
Tapi tak boleh ketahuan orang
Butuh, tapi jarang yang mau mengakui
Apalagi di tempat ramai
Kau kan jadi pusat perhatian
Suaramu beraneka
Kadang indah mendayu
Kadang seperti marah
Pagi kan jadi abadi
Malam tak jua habis
Detik berlalu seolah berabad
Bila kau tak hadir
Panas dingin sepanjang hari
Mondar mandir seperti setrika
Kalau dikau penasaran
Boleh buktikan sendiri
Ssttt ... Si Kentut mau lewat!
Batam, 8 Februari 2010, 03.20
... gemblung mood ...
Sumber gambar : http://nerdapproved.com/bizarre-gadgets/who-did-it-fart-clock-daytime-tooting-on-the-hour/
06 Februari 2010
Tujuan
Kucari engkau
Di atas gunung, di laut lepas
Di dalam hati, di luar jiwa
Di malam gelap, di terang siang
Kucoba dengan berdiam
Menutup telinga
Menutup mata
Kau tetap tak kudapat
Cinta asmara
Harta kekayaan
Kedudukan jabatan
Bukan itu jawabnya
Semua tetap ada akhirnya
Disusul dengan yang terlahir kembali
Tidak ada yang selalu sama
Yang tetap hanya perubahan
Ada sesuatu yang tidak pas di sini
Walau sudah kucoba kerjakan
Dengan segenap kemampuan terbaikku
Hasil apa pun tetap ada akhirnya
Kurindu ketenangan sejati
Senyuman asli tulus dari hati
Haruskah kutidur abadi tuk meraihnya
Mencari ... Kuterus mencari ...
Batam, 5 Februari 2010, 23.00
... Elegy the Reflection of Me Inside My Heart by Yiruma ...
Sumber gambar : http://valentinakallias.deviantart.com/art/Inside-a-Dream-140447078
01 Februari 2010
Terjun Pertamaku
The Tower
Untuk mengisi liburan yang hanya sehari, minggu lalu, kami sekeluarga mencoba beberapa wahana baru di Pulau Sentosa, Singapura. Salah satunya "Parachute Jump". Melompat atau lebih tepatnya melangkah terjun dari ketinggian kurang lebih 15 m. Dengan atribut lengkap dan tali yang harus dipakai sebagai pengaman.
Sebelumnya kami harus menaiki puluhan anak tangga, untuk mencapai ketinggian tersebut. Seorang petugas sudah menunggu di atas untuk memberi pengarahan apa saja yang harus kami lakukan. Dia juga memeriksa sekali lagi tali-tali dan sambungannya di badan kita.
Sambil menunggu giliran terjun, anakku tak henti-hentinya berkata, "Mama, kok Nanda jadi sakit kepala ya? Mual." Aku yang sebenarnya juga takut ketinggian, tapi karena sudah kepalang tanggung, nggak mungkin "balik kucing" (batal dan turun kembali), berusaha menenangkannya. Sambil tersenyum tenang (hasil latihan kalau harus menghadapi pasien gawat di RS). "Udah, Mama terjun yang pertama deh. Kalo Mama bisa, Nanda pasti bisa juga. Ntar Daddy yang terakhir ya," seruku mantap.
Jantungku berdebar kencang, keringat dingin membasahi kening meski cuaca tidak begitu panas dan angin lumayan kencang di atas. Benar-benar grogi, apalagi ini pengalaman pertamaku. Dalam pikiranku cuma, "Semoga cepat selesai, sekarang atau nggak sama sekali. Toh sekarang atau nanti tetep harus terjun juga."
Aku melangkah ke pinggir tempat terjun, perlahan tapi pasti. "Jangan lihat ke bawah!" begitu seru Si Instruktur. Tapi tak tahan karena penasaran, tetap kulirik sedikit dasar tempatku terjun nanti. Wuihhhh ... tinggi sekali !!! Aku sudah pasrah, apa pun yang akan terjadi.
Dengan mengikuti aba-aba Sang Instruktur, pada hitungan ketiga, aku melangkah sambil menutup mata. Pijakkanku hilang, aku benar-benar terjun. Isi perut dan hatiku serasa tertinggal di atas. Sepersekian detik aku sudah memijakkan kakiku kembali di daratan ... dengan selamat ... Rasanya? Jangan ditanya, seolah berabad-abad. Horeeee ... Aku berhasil ! Benar-benar pengalaman yang sungguh luar biasa. Dengan masih gemetaran, aku berjalan mencari tempat duduk untuk menunggu Nanda terjun berikutnya sambil memberinya semangat.
Nanda setelah melihatku terjun, dia pun jadi berani melakukannya. Kusambut di bawah dengan tepukan dan pujian. Kurasakan jantungnya berdegup kencang seperti mau copot hahaha ... Dia bangga sekali akan keberaniannya. Daddy menyusul berikutnya dengan sukses.
Pelajaran yang dapat diambil darinya :
1. Hidup adalah kumpulan dari risiko. Keberanian untuk mengambil risiko, melepaskan diri dari zona keamanan itulah yang membuat manusia menjadi "benar-benar hidup, bukan hanya semata-mata hidup" dan dapat mencapai impian-impiannya.
2. Apa pun pilihan kita, selalu disertai konsekuensi di belakangnya. Persiapan matang, penuh perhitungan, cek dan ricek harus selalu dilakukan untuk meminimalisir konsekuensi negatifnya.
3. Ketakutan akan sesuatu hanya akan mempengaruhi kita sejauh yang kita izinkan. Kalau kita berpikir "Saya bisa", saya akan bisa melakukannya, begitu juga sebaliknya.
Jadi ... sampai jumpa di petualangan berikutnya ... ehmmm "Flying Fox" 450 m !!!
Batam, 2 Februari 2010, 10.05
Sumber gambar : http://www.seriouslysarah.com/blog/2009/08/19/megazip-at-sentosa/
Untuk mengisi liburan yang hanya sehari, minggu lalu, kami sekeluarga mencoba beberapa wahana baru di Pulau Sentosa, Singapura. Salah satunya "Parachute Jump". Melompat atau lebih tepatnya melangkah terjun dari ketinggian kurang lebih 15 m. Dengan atribut lengkap dan tali yang harus dipakai sebagai pengaman.
Sebelumnya kami harus menaiki puluhan anak tangga, untuk mencapai ketinggian tersebut. Seorang petugas sudah menunggu di atas untuk memberi pengarahan apa saja yang harus kami lakukan. Dia juga memeriksa sekali lagi tali-tali dan sambungannya di badan kita.
Sambil menunggu giliran terjun, anakku tak henti-hentinya berkata, "Mama, kok Nanda jadi sakit kepala ya? Mual." Aku yang sebenarnya juga takut ketinggian, tapi karena sudah kepalang tanggung, nggak mungkin "balik kucing" (batal dan turun kembali), berusaha menenangkannya. Sambil tersenyum tenang (hasil latihan kalau harus menghadapi pasien gawat di RS). "Udah, Mama terjun yang pertama deh. Kalo Mama bisa, Nanda pasti bisa juga. Ntar Daddy yang terakhir ya," seruku mantap.
Jantungku berdebar kencang, keringat dingin membasahi kening meski cuaca tidak begitu panas dan angin lumayan kencang di atas. Benar-benar grogi, apalagi ini pengalaman pertamaku. Dalam pikiranku cuma, "Semoga cepat selesai, sekarang atau nggak sama sekali. Toh sekarang atau nanti tetep harus terjun juga."
Aku melangkah ke pinggir tempat terjun, perlahan tapi pasti. "Jangan lihat ke bawah!" begitu seru Si Instruktur. Tapi tak tahan karena penasaran, tetap kulirik sedikit dasar tempatku terjun nanti. Wuihhhh ... tinggi sekali !!! Aku sudah pasrah, apa pun yang akan terjadi.
Dengan mengikuti aba-aba Sang Instruktur, pada hitungan ketiga, aku melangkah sambil menutup mata. Pijakkanku hilang, aku benar-benar terjun. Isi perut dan hatiku serasa tertinggal di atas. Sepersekian detik aku sudah memijakkan kakiku kembali di daratan ... dengan selamat ... Rasanya? Jangan ditanya, seolah berabad-abad. Horeeee ... Aku berhasil ! Benar-benar pengalaman yang sungguh luar biasa. Dengan masih gemetaran, aku berjalan mencari tempat duduk untuk menunggu Nanda terjun berikutnya sambil memberinya semangat.
Nanda setelah melihatku terjun, dia pun jadi berani melakukannya. Kusambut di bawah dengan tepukan dan pujian. Kurasakan jantungnya berdegup kencang seperti mau copot hahaha ... Dia bangga sekali akan keberaniannya. Daddy menyusul berikutnya dengan sukses.
Pelajaran yang dapat diambil darinya :
1. Hidup adalah kumpulan dari risiko. Keberanian untuk mengambil risiko, melepaskan diri dari zona keamanan itulah yang membuat manusia menjadi "benar-benar hidup, bukan hanya semata-mata hidup" dan dapat mencapai impian-impiannya.
2. Apa pun pilihan kita, selalu disertai konsekuensi di belakangnya. Persiapan matang, penuh perhitungan, cek dan ricek harus selalu dilakukan untuk meminimalisir konsekuensi negatifnya.
3. Ketakutan akan sesuatu hanya akan mempengaruhi kita sejauh yang kita izinkan. Kalau kita berpikir "Saya bisa", saya akan bisa melakukannya, begitu juga sebaliknya.
Jadi ... sampai jumpa di petualangan berikutnya ... ehmmm "Flying Fox" 450 m !!!
Batam, 2 Februari 2010, 10.05
Sumber gambar : http://www.seriouslysarah.
Langganan:
Postingan (Atom)